Pimpinan bagaimana dapat memimpin rakyat kalau tidur! Malu dengan rakyat
yang memilih. Untuk mendengarkan pembicaraan untuk rakyat saja tidur!
Jangan main-main dengan tangung jawab. Berdosa, bersalah dengan
rakyat,". Kira-kira demikian omongan Presiden di hadapan para kepala
daerah yang kedapatan tidur saat Presiden sedang berpidato tentang
penghematan anggaran di gedung Lemhanas kemarin (8/4).
Tidur sebetulnya hanyalah masalah sepele. Ketika kelelahan atau
mengantuk, tidur sangatlah dianjurkan. Tetapi lain ceritanya jika tidur
(atau tertidur) dihadapan Presiden yang sedang berpidato, urusan bisa
lebih runyam. Bisa jadi kemarahan Presiden tersebut merupakan akumulasi
dari kekecewaan Presiden karena merasa dilecehkan dan tidak didengarkan
ketika sedang berbicara tentang persoalan rakyat.
Namun, banyak para ahli yang mengatakan bahwa sebetulnya Republik ini
selalu tertidur. Fenomena tidurnya para kepala daerah tersebut hanyalah
fenomena kecil. Bagaimana dengan para anggota dewan yang juga kebanyakan
tertidur di saat sidang-sidang yang sedang membahas tentang persoalan
rakyat? Apakah mereka merasa malu, bersalah dan berdosa kepada rakyat
karena perilakunya itu? Mungkin pula rasa itu sudah hilang karena
persoalan penyelesaian kantuknya jauh lebih penting ketimbang
menyelesaikan persoalan rakyat.
Persoalan rakyat selama ini tidak selesai-selesai memang bukan karena
wakil rakyat pada tidur - dalam arti harfiah. Ketidakselesasian masalah
rakyat lebih disebabkan oleh komplekstitas kepentingan yang ada di
parlemen dan mereka tidak segera sadar bahwa perilaku mereka akan
semakin menyengsarakan rakyat. Mereka tidur dan bermimpi indah dalam
dekapan manis kekuasaan. Posisi sebagai anggota tentunya dirasakan
sangat nyaman, prestisius dan terhormat. Jika tidak, tentu tidak akan
diperebutkan.
Kenyamanan identik dengan kemapanan. Namun, seringkali kemapanan membuat
orang menjadi terlena. Sementara, kemapanan, kehormatan dan prestius
merupakan manifestasi riil dalam kekuasaan politik. Karena itu,
seseorang yang berada dalam pusat kekuasaan dan bahkan menjadi bagian
penting dalam kekuasaan tersebut akan memiliki semua itu. Perebutan
kekuasaan tak lain merupakan upaya untuk mendapat keadaan tersebut.
Republik Tidur
Mungkin saja memang bangsa ini selalu tertidur, sehingga persoalan
rakyat tidak segera terselesaikan. Ketika negara lain sudah
mengaplikasikan suatu teknologi yang mutakhir, sementara negara ini
masih berkutat pada kebobrokan dan kekurangpedulian pemimpin negara
terhadap kepentingan rakyat. Di saat negara lain sudah memanfaatkan
sumber daya yang ada untuk kemaslahatan rakyatnya, sementara negeri ini
masih sibuk dengan fenomena pejabatnya yang memperkaya diri sendiri.
Republik ini bukanlah republik mimpi, yang hanya dengan mimpi dapat
segera merubah keadaan seperti yang diinginkan. Atau hanya dengan
bermimpi kemudian negeri ini "simsalabim" berubah menjadi lebih baik.
Masalah kelaparan, gizi buruk, Lapindo Brantas, hingga persoalan KKN
adalah kenyataan bahwa negeri masih belum bangun dari tidurnya. Hal ini
masih ditambah dengan lemahnya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang pada akhirnya menyeret kepada keruntuhan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat. Konflik politik dan sosial berkembang. Rasa percaya diri, rasa
saling percaya, sikap bersaudara dan saling membantu memudar. Harapan
hidup yang lebih baik serasa pula terus memudar. Kehidupan bersama
serasa meluruh, kehilangan orientasi, dan kehilangan visi. Kehidupan
berbangsa dan bernegara serasa kehilangan masa depan.
Orang-orang yang selama ini ditumpukan harapan juga terlalu sibuk dengan
kepentingannya sendiri. Mereka berparodi dengan mengatasnamakan rakyat
dan mencoba menampilkan sisi baik. Memang tidak semua, tetapi mengapa
tidak semuanya bisa berbuat baik? Keadaan rakyat yang banyak masalah
tentu tidak bisa ditunda penyelesaiannya, apalagi hanya dengan
wacana-wacana dan distorsi politik yang tidak semua orang bisa
memahaminya.
Hayo...bapak-bapak/ibu-ibu pemimpin rakyat, bangun dan mulai bangkit,
jangan tidur terus. Kasihan rakyat karena pemimpinnya lebih banyak
mengurusi kantuknya ketimbang persoalan rakyat.
Rabu, 29 Mei 2013
Menumbuhkan Kesadaran Hukum Lingkungan
Kesadaran
hukum lingkungan, baik itu pelestarian maupun pengelolaannya, pada
hakikatnya manusia harus memiliki kesadaran hukum yang tinggi, karena
manusia memiliki hubungan sosiologis maupun biologis secara langsung
dengan lingkungan hidup di mana dia ber
Kesadaran
hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum.
Dikatakan sebagai salah satu bagian, karena selama ini ada persepsi
bahwa budaya hukum hanya meliputi kesadaran hukum masyarakat saja.
Padahal budaya hukum juga mencakup kesadaran hukum dari pihak pelaku
usaha, parlemen, pemerintah, dan aparat penegak hukum. Hal ini perlu
ditegaskan karena pihak yang dianggap paling tahu hukum dan wajib
menegakkannya, justru dari oknumnyalah yang melanggar hukum. Hal ini
menunjukkan kesadaran hukum yang masih rendah dari pihak yang seharusnya
menjadi "tauladan bagi masyarakat".Menurut Soerjono Soekanto, Kesadaran hukum masyarakat menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai. Apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah daripada apabila mereka memahaminya dan seterusnya. Kesadaran hukum meliputi berbagai aspek kehidupan dan tingkat kesadarannya bisa berbeda-beda tergantung tingkat aplikasi faktor-faktor di atas. Selain itu, kesadaran hukum juga ditentukan oleh sudut pandang masing-masing individu dalam melihat "hukum".
Kesadaran Hukum Lingkungan
Kesadaran hukum lingkungan, baik itu pelestarian maupun pengelolaannya, pada hakikatnya manusia harus memiliki kesadaran hukum yang tinggi, karena manusia memiliki hubungan sosiologis maupun biologis secara langsung dengan lingkungan hidup dimana dia berada, sejak dia lahir sampai meninggal dunia. Namun kesadaran hukum masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya strategis untuk menumbuhkan kesadaran hukum tersebut, baik dari sisi mental manusianya maupun dari segi kebijakan. Sinergi keduanya penting, karena kesadaran hukum itu ada yang tumbuh karena memang sesuai dengan nilai yang dianutnya.
Misalnya orang yang suka dengan hidup bersih, maka ia tidak akan membuang sampah sembarangan. Kesadaran hukum juga dapat tumbuh karena takut dengan sanksi yang dijatuhkan. Kesadaran semu inilah yang banyak dimiliki oleh masyarakat kita. Lepas dari penyebab kesadaran hukum itu muncul, yang berbahaya adalah apabila kesadaran hukum itu telah ada namun kemudian menurun bahkan hilang karena faktor eksternal, seperti penegakan hukum yang tidak tegas dan tebang pilih. Hal ini akan menurunkan kesadaran hukum masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Jadi, upaya menumbuhkan kesadaran hukum tidak cukup dengan menuntut masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan tauladan dan penegakan hukum.
Manusia, baik kedudukannya sebagai anggota masyarakat, sebagai pelaku usaha, sebagai aparat penegak hukum, maupun sebagai pembuat/pengambil kebijakan, harus memiliki kesadaran hukum lingkungan meskipun secara bertahap, dari sekedar mengetahui sampai dengan menaati dan menghargai berbagai ketentuan hukum lingkungan yang ada.
Bagi individu dimasyarakat, misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan. Bagi pelaku usaha, misalnya melakukan AMDAL dan pengelolaan limbah yang dihasilkan. Sementara bagi Pemerintah, misalnya dengan memperketat proses AMDAL dan perizinan, serta menindak tegas pegawai yang menyalahgunakan kewenangannya, seperti memberikan AMDAL dan izin tanpa prosedur yang seharusnya. Selain itu, pemerintah dalam membuat kebijakan tata kota dan perizinan area bisnis hendaknya memperhatikan kondisi lingkungan tidak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa yang akan datang.
Karena dibeberapa kota, banjir dan tanah longsor terjadi justru disebabkan kebijakan tata kota yang menjadikan daerah serapan air dan hutan lindung kota sebagai area bisnis, seperti pendirian Mall dan apartemen. Sedangkan bagi Parlemen, seperti DPRD dalam membuat Perda yang berkaitan dengan lingkungan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan harus menguntungkan masyarakat di daerah. Sementara bagi aparat penegak hukum, hendaknya menindak tegas para perusak lingkungan tanpa pandang bulu, termasuk apabila pelakunya melibatkan pejabat dan atasan/bawahannya sendiri.
Berkaitan dengan faktor-faktor kesadaran hukum sebagaimana disebutkan diatas, untuk hukum lingkungan, ada beberapa masalah yang perlu dicermati, yaitu : Pertama, "mengetahui", secara yuridis, setelah UU disahkan, sejak itu pula muncul asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahuinya. Asumsi ini terealisasi apabila pasca diundangkan ada aktivitas sosialisasi yang tepat dan kontinyu. Bila tidak, maka dapat dihitung berapa jumlah masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang peraturan tersebut dan jumlahnya dipastikan tidak akan menyentuh masyarakat kalangan bawah, tidak hanya di desa tetapi juga diperkotaan. Akibatnya tidak heran bila ada kegiatan usaha yang tidak memiliki atau bahkan tidak mengetahui perlunya AMDAL.
Kedua, "mengerti", masyarakat tidak cukup hanya sekedar mengetahui saja, tetapi juga harus memahami isi peraturan, seperti apa tujuan dan manfaat dikeluarkannya peraturan tersebut. Hukum lingkungan tentunya bertujuan agar proses pembangunan tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu diperlukan adanya aturan AMDAL dan perizinan. Adanya aturan ini hendaknya tidak menjadi beban bagi pelaku usaha dan lahan korupsi bagi oknum birokrasi/aparat hukum, tetapi sebagai upaya preventif bersama agar kegiatan usaha tidak merusak lingkungan.
Ketiga, "mentaati", setelah mengetahui dan memahami, maka diharapkan dapat mentaati. Namun hal ini masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bagi pihak yang merasa kepentingannya sama, maka biasanya akan langsung mentaati. Apabila tidak, maka masih ada proses berfikir, bahkan mencari celah bagaimana "menghindari" atau "mensiasatinya".
Keempat, "menghargai", ketika seseorang telah mentaati, maka sikap menghargai suatu peraturan hukum lingkungan itu akan muncul bersamaan dengan kesadaran hukumnya bahwa hukum tersebut memang wajib untuk ditaati demi kepentingan dirinya, masyarakat dan dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan.
Proses menumbuhkan kesadaran hukum lingkungan di atas, jangan sampai terjebak dengan kata "lingkungan" saja, sehingga hanya UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) saja yang dipahami masyarakat, tetapi juga UU lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti UU tentang Perikanan, Benda Cagar Budaya, Pertambangan, ZEE, Perindustrian, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Pelayaran. Karena lingkungan hidup itu meliputi tanah, air, udara, ruang angkasa, termasuk manusia dan perilakunya. UU PLH pada dasarnya merupakan UU induk atau Payung "umbrella Act" dibidang lingkungan hidup bagi semua UU tersebut.
Menumbuhkan Kesadaran Hukum Lingkungan
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam pelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Pertama, meningkatkan program sosialisasi dari tingkat pusat sampai ke desa-desa, khususnya berkaitan dengan hak dan kewajiban serta berbagai permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat, seperti prosedur AMDAL, perizinan dan dampak positif dan negatif apabila prosedur tersebut tidak dilakukan. Kedua, meningkatkan kesadaran hukum (mental) semua pihak. Ketiga, menindak tegas oknum pemerintah/aparat yang menyalahgunakan wewenangnya dan menindak tegas pelaku perusakan/pencemaran lingkungan tanpa tebang pilih sehingga masyarakat percaya dengan upaya penegakan hukum lingkungan. Keempat, memangkas proses birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
Kelima, semakin meningkatkan kualitas dalam pemberian penghargaan dibidang lingkungan, khususnya kriteria penilaian dengan memasukkan kriteria pembangunan berwawasan lingkungan, baik ditingkat nasional maupun di daerah-daerah. Keenam, menghindari penggunaan sarana hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan yang masih dapat menggunakan sarana hukum lain yang lebih efektif. Contohnya Perda tentang pembuangan sampah disembarang tempat dengan sanksi pidana kurungan dan denda yang tinggi yang ternyata tidak efektif.
Tumbuhnya kesadaran hukum lingkungan diharapkan dapat mendukung terwujudnya slogan "Pembangunan Berwawasan Lingkungan" menjadi kenyataan dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai visi dan misi pembangunan saja.
Jumat, 24 Mei 2013
Sejarah Bangsa Rusia
Sejarah
bangsa Rusia dimulai sejak jaman purba, ketika nenek moyang orang-orang
Rusia, yaitu Slavia, muncul di Eropa. Di wilayah Rusia, fosil manusia
purba (homo sapiens) ditemukan yang usianya diperkirakan 45-35 ribu
tahun SM.
Sementara itu, sejarah Rusia sendiri
dimulai sejak tahun 862 M ketika Pangeran Rurik memerintah di Novgorod,
Pada tahun 862 bangsa Slavia yang tinggal di utara sekitar Novgorod
selalu bertikai satu sama lainnya. Untuk mengakhiri permusuhan, mereka
menghubungi tetangganya di utara, yaitu bangsa Skandinavia yang disebut
orang Rusia sebagai bangsa Varangian yang dipimpin oleh Rurik. Rurik
bersama pasukannya memasuki Novgorod dan menjadi pemegang kekuasaan
terhadap orang-orang Rusia.
Penerus Pangeran Rurik, seperti Pangeran Oleg meluaskan pemerintahannya hingga ke wilayah utara dan menguasai Kiev. Pusat
pemerintahan dialihkan ke Kiev yang dijadikan sebagai ibukota. Pada awal abad X bangsa Slavia yang sebelumnya terpisah-pisah, seperti Novgorod, Kiev dan lainnya bergabung di bawah pemerintahan Pangeran Oleg dan pemerintahan tersebut disebut Rus.
Pada tahun 988 di masa pemerintahan Vladimir, Kiev Rus memeluk agama Orthodox dari Yunani. Pemerintahan Kiev Rus berkembang baik di bidang ekonomi, perdagangan dan hubungan dengan pemerintahan-pemerintahan yang ada di Eropa Barat dan lainnya. Selain itu berkembang pula bidang pendidikan, antara lain munculnya tulisan bangsa Slavia setelah masuknya agama Orthodox. Huruf tulisan Slavia tersebut diciptakan oleh dua orang pendeta bersaudara, Kiril dan Mefodiy yang disebut “Cyrillic”.
pemerintahan dialihkan ke Kiev yang dijadikan sebagai ibukota. Pada awal abad X bangsa Slavia yang sebelumnya terpisah-pisah, seperti Novgorod, Kiev dan lainnya bergabung di bawah pemerintahan Pangeran Oleg dan pemerintahan tersebut disebut Rus.
Pada tahun 988 di masa pemerintahan Vladimir, Kiev Rus memeluk agama Orthodox dari Yunani. Pemerintahan Kiev Rus berkembang baik di bidang ekonomi, perdagangan dan hubungan dengan pemerintahan-pemerintahan yang ada di Eropa Barat dan lainnya. Selain itu berkembang pula bidang pendidikan, antara lain munculnya tulisan bangsa Slavia setelah masuknya agama Orthodox. Huruf tulisan Slavia tersebut diciptakan oleh dua orang pendeta bersaudara, Kiril dan Mefodiy yang disebut “Cyrillic”.
Pada masa pemerintahan Yaroslav Mudry
(Yaroslav the Wise), Kiev Rus menjadi salah satu pemerintahan yang besar
dan kota Kiev menjadi salah satu pusat kebudayaan terpenting di Eropa.
Kemudian pada masa pemerintahan Vladimir Monomakh, cucu Yaroslav Mudry,
Kiev Rus mengembangkan hubungan dengan Barat. Akan tetapi, setelah
kematian Vladimir Monomakh mulai terjadi perebutan kekuasaan di antara
anak-anak dan cucu-cucunya sehingga Kiev Rus terpecah-pecah dan runtuh.
Selanjutnya, Kerajaan Kiev Rus berakhir setelah serangan Mongol pada
tahun 1237 oleh Batu Khan, cucu Genghis Khan.
Moskow yang saat ini menjadi ibukota Rusia, berdiri pada tahun 1147 oleh Pangeran Yury Dolgoruky. Sementara itu, St. Petersburg
didirikan tahun 1703 oleh Kaisar Peter I sebagai kota pelabuhan dan pintu gerbang ke Eropa. Pada masa pemerintahannya, Peter I melakukan reformasi kebijakan dalam dan luar negeri pemerintahan Rusia, antara lain pembaharuan di tubuh angkatan bersenjata, aparatur pemerintahan dan pendidikan. Pada tahun 1712 St. Petersburg dijadikan ibukota Rusia.
didirikan tahun 1703 oleh Kaisar Peter I sebagai kota pelabuhan dan pintu gerbang ke Eropa. Pada masa pemerintahannya, Peter I melakukan reformasi kebijakan dalam dan luar negeri pemerintahan Rusia, antara lain pembaharuan di tubuh angkatan bersenjata, aparatur pemerintahan dan pendidikan. Pada tahun 1712 St. Petersburg dijadikan ibukota Rusia.
Pada masa imperator Aleksander II di
Rusia dihapus sistem perbudakan tahun 1861. Pada tahun 1917 kekuasaan
monarhi runtuh sebagai akibat Revolusi Februari dan Kaisar Nikolai II
diminta turun tahta dan pemerintahan beralih kepada pemerintahan
sementara. Tanggal 1 (14 — Gregorian) September 1917 berdasarkan dekrit
Kepala Pemerintahan Sementara, Aleksandre Kerensky, imperium Rusia
beralih menjadi Republik Rusia.
Setelah Revolusi Februari 1917 pemerintahan sementara revolusi tidak dapat menghentikan kekacauan di Rusia. Sebagai akibatnya,
pemerintahan Rusia dikuasai Partai Bolshevik (Partai Pekerja Sosial Demokrasi Rusia/RSDRP) dibawah pimpinan Vladimir Lenin. Sementara itu, sebagai akibat revolusi 25 Oktober (7 November — Gregorian) 1917, terbentuk Republik Soviet Rusia berdasarkan hasil keputusan Kongres Dewan Seluruh Rusia ke-2.
pemerintahan Rusia dikuasai Partai Bolshevik (Partai Pekerja Sosial Demokrasi Rusia/RSDRP) dibawah pimpinan Vladimir Lenin. Sementara itu, sebagai akibat revolusi 25 Oktober (7 November — Gregorian) 1917, terbentuk Republik Soviet Rusia berdasarkan hasil keputusan Kongres Dewan Seluruh Rusia ke-2.
Tahun 1918 hingga 1922 menjadi catatan
penting dalam sejarah Rusia. Pada malam tanggal 16 ke tanggal 17 Juli
1918 di Yekaterinburg dieksekusi keluarga Tsar. Sedangkan pada tahun
1918-1922 terjadi perang saudara antara penentang kaum Bolshevik (putih)
dan pendukung kaum Bolshevik (merah).
Pada tahun 1918-1922 terjadi perang saudara antara penentang kaum Bolshevik (putih) dan pendukung kaum Bolshevik (merah).
Tanggal 30 Desember 1922 Soviet Rusia bersama Ukraina dan Belarus dan Federasi Wilayah Kaukasus membentuk Uni Republik
Sosialis Soviet. Setelah kematian Lenin tahun 1924, pemerintahan dilanjutkan oleh Joseph Stalin. Tahun 1929-1939 terjadi periode industrialisasi.
Tanggal 30 Desember 1922 Soviet Rusia bersama Ukraina dan Belarus dan Federasi Wilayah Kaukasus membentuk Uni Republik
Sosialis Soviet. Setelah kematian Lenin tahun 1924, pemerintahan dilanjutkan oleh Joseph Stalin. Tahun 1929-1939 terjadi periode industrialisasi.
Tahun 1939-1940 sebagai akibat dari
serangkaian aksi politik dan peperangan, beberapa wilayah lainnya
bergabung ke Uni Soviet, seperti Belarus barat, Ukraina barat, Moldova,
Karelia barat dan kawasan Baltik. Wilayah-wilayah tersebut sebelumnya
pernah menjadi bagian Rusia. Sehubungan dengan agresi menentang
Finlandia, Uni Soviet dikeluarkan dari Liga Bangsa-Bangsa.
Tanggal 22 Juni 1941 terjadi perang
melawan Jerman. Jerman dan sekutunya berhasil menguasai banyak wilayah,
tetapi tidak dapat menguasai Moskow dan Leningrad. Peperangan berakhir
bulan Mei 1945. Setiap tanggal 9 Mei Rusia memperingati sebagai Hari
Kemenangan atas Jerman pada PD II.
Pertengahan abad XX merupakan era perang
dingin antara blok timur yang dipimpin Uni Soviet dan blok barat yang
dipimpin Amerika Serikat. Uni Soviet dibantu oleh Pakta Warsawa.
Sebagian besar anggaran negara baik Uni Soviet maupun Amerika Serikat
diperuntukan kebutuhan persaingan persenjataan. Beberapa pemimpin Uni
Soviet lainnya adalah Leonid Brezhnev, Yuri Andropov dan Konstantin
Chernenko.
Pada tahun 1985 pimpinan pemerintahan dipegang oleh Mikhail Gorbachev yang menggagas glasnost/keterbukaan dan perestroika/
restukturisasi. Akan tetapi, politik tersebut menyebabkan krisis yang mendalam dan kehancuran Uni Soviet, serta peralihan dari sosialis ke kapitalis. Negara-negara bagian Uni Soviet meminta kepada pemerintah pusat untuk menjadi negara berdaulat. Pada tangal 12 Juni 1990 Kongres Wakil Rakyat Soviet Rusia memutuskan Deklarasi pemerintahan berdaulat Soviet Rusia.
restukturisasi. Akan tetapi, politik tersebut menyebabkan krisis yang mendalam dan kehancuran Uni Soviet, serta peralihan dari sosialis ke kapitalis. Negara-negara bagian Uni Soviet meminta kepada pemerintah pusat untuk menjadi negara berdaulat. Pada tangal 12 Juni 1990 Kongres Wakil Rakyat Soviet Rusia memutuskan Deklarasi pemerintahan berdaulat Soviet Rusia.
Pada tanggal 18 Agustus 1991 pihak konservatif Uni Soviet melakukan upaya penyelamatan pemerintahan Soviet yang dilakukan oleh
Komisi Pemerintah Keadaan Darurat (GKCP) Uni Soviet. Tujuannya yaitu mengasingkan Mikhail Gorbachev dari pemerintahan, pembatasan pembentukan demokratisasi 1990-1991 dan pencegahan runtuhnya negara. Akan tetapi tanggal 21 Agustus pada saat aksi massa besarbesaran, GKCP memerintahkan menarik pasukan militer dari Moskow yang menunjukan kegagalan GCPK dalam menjaga kestabilan negara.
Komisi Pemerintah Keadaan Darurat (GKCP) Uni Soviet. Tujuannya yaitu mengasingkan Mikhail Gorbachev dari pemerintahan, pembatasan pembentukan demokratisasi 1990-1991 dan pencegahan runtuhnya negara. Akan tetapi tanggal 21 Agustus pada saat aksi massa besarbesaran, GKCP memerintahkan menarik pasukan militer dari Moskow yang menunjukan kegagalan GCPK dalam menjaga kestabilan negara.
Kemudian negara-negara bagian Soviet
menyatakan kedaulatannya dan keluar dari Uni Soviet. Tanggal 8 Desember
1991 Kepala Soviet Rusia, Ukraina dan Belarus menandatangani Persetujuan
pembentukan Persemakmuran Negaranegara Merdeka (Commonwealth of
Independent States/CIS). Pada tanggal 25 Desember 1991 di Kremlin secara
simbolis berlangsung penggantian bendera Uni Soviet dengan bendera
tiga warna Rusia.
Setelah Runtuhnya Uni Soviet, pemerintahan Federasi Rusia dipimpin oleh Presiden Boris Yeltsin sejak tahun 1991. Pembangunan
politik Rusia saat itu diiringi dengan reformasi ekonomi. Akan tetapi hal ini tidak membawa perkembangan pembangunan perekonomian Rusia yang berarti.
politik Rusia saat itu diiringi dengan reformasi ekonomi. Akan tetapi hal ini tidak membawa perkembangan pembangunan perekonomian Rusia yang berarti.
Pada awal tahun 1990-an sebagian besar
perusahaan diprivatisasi. Kebijakan ini tidak dapat membantu menutupi
utang negara yang jumlahnya sangat besar. Pada bulan Agustus 1998
terjadi kemerosotan nilai mata uang Rusia, rubel tehadap mata uang utama
dunia. Devaluasi tahun 1998 sangat menyulitkan kehidupan rakyat Rusia.
Mulai tahun 1999 perekonomian Rusia mulai bangkit kembali.
Menjelang pergantian tahun 2000, Presiden Boris Yeltsin mengundurkan diri dan digantikan oleh pejabat sementara Vladimir Putin.
Menjelang pergantian tahun 2000, Presiden Boris Yeltsin mengundurkan diri dan digantikan oleh pejabat sementara Vladimir Putin.
Pada pemilihan presiden bulan Maret 2000,
Putin terpilih menjadi Presiden Federasi Rusia. Putin berupaya
mengembalikan Rusia sebagai negara kuat dan berpengaruh di dunia.
Pada tahun 2000-an pemerintah melakukan
serangkaian reformasi sosial dan ekonomi, seperti perpajakan,
pertanahan, dana pensiun, perbankan, ketenagakerjaan, energi listrik dan
transportasi kereta api.
Pada saat itu, dalam ekonomi Rusia
terjadi kestabilan anggaran negara, pertumbuhan GDP, pertumbuhan
produksi industri dan pertanian, pembangunan, pendapatan penduduk yang
nyata dan juga penurunan inflasi.
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan
taraf hidup rakyat, pada bulan September 2005 dicanangkan “Program
Nasional” yang dititikberatkan pada sektor kesehatan, pendidikan,
perumahan dan pertanian. Pada tahun 2000-2008 terjadi pertumbuhan
ekonomi Rusia, investasi, pendapatan penduduk sebagai hasil dari
reformasi yang dilakukan, kestabilan politik dan juga peningkatan harga
barang-barang ekspor Rusia.
Sejak menjabat sebagai presiden, Putin
memperkuat pemerintahan pusat atau federal dan melakukan nasionalisasi
sejumlah perusahaan. Hal ini untuk memperbesar pengaruh pemerintah pusat
dan menghindari perpecahan Rusia.
Pada bulan Mei 2012, Vladimir Putin,
kembali terpilih menjadi Presiden Federasi Rusia, dan Dmitry Medvedev
terpilih sebagai Perdana Menteri. (disarikan dari website KBRI Moscow.
Sistem Pendidikan di Amerika
Pendidikan di Amerika Pada
awal perkembangannya persekolahan di Amerika telah dimulai sejak zaman
penjajahan. Persekolahan ketika itu bersifat elitis dan berorientasi
pada agama. Masyarakat yang berada pada lapisan sosial-ekonomi bawah
hanya boleh mengenyam pendidikan di “sekolah ibu”, yaitu suatu sekolah
yang mengajarkan membaca, menulis, berhitung, dan agama. Sedangkan
masyarakat pada lapisan sosial-ekonomi atas dipersiapkan untuk menjadi
pemimpin gereja, pemimpin masyarakat, ataupun pemimpin negara melalui
sekolah latin dan colleges. Pada masa itu anak wanita tidak mempunyai
kebebasan untuk bersekolah —suatu bentuk nyata diskriminasi gender yang
terjadi di banyak negara yang sedang terjajah— (Dimyati, 1988).
Rakyat Amerika berhasil memperoleh kemerdekaannya dan membentuk negara Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Iklim kemerdekaan ini berdampak pada perubahan pola pendidikan di Amerika. Pendidikan yang bersifat elitis diubah. Pada masa ini muncullah gerakan Public School yang bersifat terbuka untuk semua anak kulit putih baik pria maupun wanita. Public School dibentuk dan dirancang untuk membentuk kompetensi dan keterampilan dasar warga negara. Upaya pengembangan Public School telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Sebagian masyarakat setuju dengan campur tangan dan intervensi pemerintah dalam pengembangan Public School, namun sebagian lagi menolaknya.
Kegiatan pendidikan di Amerika tidak terhenti sampai disini saja. Sejarah panjang mewarnai kegiatan pendidikan di negeri “Paman Sam” tersebut. Tiga periode reformasi pendidikan berikut ini akan mengisi catatan panjang sejarah pendidikan di Amerika. Ketiga periode reformasi pendidikan tersebut adalah gerakan sekolah umum pada tengah abad 19, alam progressive pada awal abad 20, dan gerakan fermentaso generasi terakhir. Setiap periode selalu mempertanyakan dan mengubah pola-pola pendidikan yang telah ada.
Pada abad 19 Public School tersebar luas di seluruh Amerika, namun ironisnya tenaga pendidik dan fasilitas-fasilitas penunjang pendidikan ketika itu sangat minim. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah reformasi di bidang pendidikan yang berhasil memunculkan gerakan yang bisa mempersatukan kelompok-kelompok sosial yang berbeda keinginannya. Keberhasilan gerakan tersebut mendukung perkembangan Public School. Pada tengah abad 19 ini Public School dirancang untuk memberikan pendidikan dasar umum sehingga lulusannya diharapkan mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik dan dapat memasuki dunia kerja.
Pada zaman progressive terjadi sentralisasi pengawasan dan elaborasi dalam system pendidikan Common School. Para ahli pendidikan menggunakan kekuatan negara untuk memperkuat posisi, misalnya untuk memperoleh sertifikasi, dana, standarisasi fasilitas dan kurikulum. Pada masa ini muncul pemikiran bahwa Common School tidak hanya membekali siswanya dengan pendidikan dasar di bidang 3 R (reading, writing, aritmathic) dan pendidikan moral saja, tetapi juga diharapkan mampu menyiapkan siswa secara langsung agar dapat melakukan peranan dalam hidup bermasyarakat, sehingga disini sekolah merupakan suatu lembaga yang menjadi pintu gerbang untuk mengarahkan siswa ke arah dunia kerja.
Gerakan fermentaso generasi terakhir dalam sejarah pendidikan di Amerika diawali pada 1958 sampai tengah tahun 1970-an. Pada masa ini terjadi reformasi di bidang pendidikan yang berciri lebih menekankan fungsi dari pada tujuan pendidikan. Sentralisasi kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan semakin bertambah sebagai akibat dari reformasi pendidikan tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi-organisasi guru tumbuh, makin berpengaruh, dan memperoleh kekuatan politik. Hal itu menyebabkan guru bersatu untuk menuntut perbaikan ekonomi dan sosial. Pada awal tahun 1980-an peminat public school merosot. Ketika itu public school menghadapi suatu krisis kepercayaan umum dan moral profesional yang rendah. Masyarakat menghendaki terjadinya perubahan-perubahan pada public school, namun para pengambil keputusan seringkali kurang memahami public education itu sendiri, sehingga mereka tidak dapat menentukan prioritas untuk memperbaiki lembaga ini (public school). Reformasi datang dan pergi silih berganti, tetapi pemecahan rasional yang dilakukan tidak menggarap masalah yang sebenarnya
Rakyat Amerika berhasil memperoleh kemerdekaannya dan membentuk negara Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Iklim kemerdekaan ini berdampak pada perubahan pola pendidikan di Amerika. Pendidikan yang bersifat elitis diubah. Pada masa ini muncullah gerakan Public School yang bersifat terbuka untuk semua anak kulit putih baik pria maupun wanita. Public School dibentuk dan dirancang untuk membentuk kompetensi dan keterampilan dasar warga negara. Upaya pengembangan Public School telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Sebagian masyarakat setuju dengan campur tangan dan intervensi pemerintah dalam pengembangan Public School, namun sebagian lagi menolaknya.
Kegiatan pendidikan di Amerika tidak terhenti sampai disini saja. Sejarah panjang mewarnai kegiatan pendidikan di negeri “Paman Sam” tersebut. Tiga periode reformasi pendidikan berikut ini akan mengisi catatan panjang sejarah pendidikan di Amerika. Ketiga periode reformasi pendidikan tersebut adalah gerakan sekolah umum pada tengah abad 19, alam progressive pada awal abad 20, dan gerakan fermentaso generasi terakhir. Setiap periode selalu mempertanyakan dan mengubah pola-pola pendidikan yang telah ada.
Pada abad 19 Public School tersebar luas di seluruh Amerika, namun ironisnya tenaga pendidik dan fasilitas-fasilitas penunjang pendidikan ketika itu sangat minim. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah reformasi di bidang pendidikan yang berhasil memunculkan gerakan yang bisa mempersatukan kelompok-kelompok sosial yang berbeda keinginannya. Keberhasilan gerakan tersebut mendukung perkembangan Public School. Pada tengah abad 19 ini Public School dirancang untuk memberikan pendidikan dasar umum sehingga lulusannya diharapkan mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik dan dapat memasuki dunia kerja.
Pada zaman progressive terjadi sentralisasi pengawasan dan elaborasi dalam system pendidikan Common School. Para ahli pendidikan menggunakan kekuatan negara untuk memperkuat posisi, misalnya untuk memperoleh sertifikasi, dana, standarisasi fasilitas dan kurikulum. Pada masa ini muncul pemikiran bahwa Common School tidak hanya membekali siswanya dengan pendidikan dasar di bidang 3 R (reading, writing, aritmathic) dan pendidikan moral saja, tetapi juga diharapkan mampu menyiapkan siswa secara langsung agar dapat melakukan peranan dalam hidup bermasyarakat, sehingga disini sekolah merupakan suatu lembaga yang menjadi pintu gerbang untuk mengarahkan siswa ke arah dunia kerja.
Gerakan fermentaso generasi terakhir dalam sejarah pendidikan di Amerika diawali pada 1958 sampai tengah tahun 1970-an. Pada masa ini terjadi reformasi di bidang pendidikan yang berciri lebih menekankan fungsi dari pada tujuan pendidikan. Sentralisasi kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan semakin bertambah sebagai akibat dari reformasi pendidikan tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi-organisasi guru tumbuh, makin berpengaruh, dan memperoleh kekuatan politik. Hal itu menyebabkan guru bersatu untuk menuntut perbaikan ekonomi dan sosial. Pada awal tahun 1980-an peminat public school merosot. Ketika itu public school menghadapi suatu krisis kepercayaan umum dan moral profesional yang rendah. Masyarakat menghendaki terjadinya perubahan-perubahan pada public school, namun para pengambil keputusan seringkali kurang memahami public education itu sendiri, sehingga mereka tidak dapat menentukan prioritas untuk memperbaiki lembaga ini (public school). Reformasi datang dan pergi silih berganti, tetapi pemecahan rasional yang dilakukan tidak menggarap masalah yang sebenarnya
Selasa, 21 Mei 2013
Kecerdasan
Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ (bahasa Inggris: intelligence quotient) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ.
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang
dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Definisi Kecerdasan
Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasankonsumen cerdas Stenberg& Slater (1982) mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif.
Struktur Kecerdasan
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
Pengukuran Taraf Kecerdasan
Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau tes tampilan (performance test) atau saat ini berkembang pengukuran dengan alat bantu komputer. Alat uji kecerdasan yang biasa di pergunakan adalah :
Kelemahan dari alat uji kecerdasan ini adalah terdapat bias budaya, bahasa dan lingkungan yang memengaruhinya. Kekecewaan terhadap tes IQ konvensional menimbulkan pengembangan sejumlah teori alternatif, yang semuanya menegaskan bahwa kecerdasan adalah hasil dari sejumlah kemampuan independen yang berkonstribusi secara unik terhadap tampilan manusia.
Stephen Jay Gould adalah salah satu tokoh yang mengkritik teori kecerdasan. Dalam bukunya The Mismeasure of Man (Kesalahan Ukur Manusia), ia mengemukakan bahwa kecerdasan sebenarnya tak bisa diukur, dan juga mempertanyakan sudut pandang hereditarian atas kecerdasan.
Definisi Kecerdasan
Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasankonsumen cerdas Stenberg& Slater (1982) mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif.
Struktur Kecerdasan
Menurut L.L. Thurstone
Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum biasa disebut sebagai faktor-g maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:- Pemahaman dan kemampuan verbal
- Angka dan hitungan
- Kemampuan visual
- Daya ingat
- Penalaran
- Kecepatan perseptual
Menurut Howard Gardner
Sedangkan menurut Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Universitas Harvard, menyatakan ada delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia, diantaranya adalah:- Kecerdasan linguistik
- Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika orang memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang cocok adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.
- Kecerdasan matematik atau logika
- Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah ilmuwan, akuntan, atau progammer.
- Kecerdasan spasial
- Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna, garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.
- Kecerdasan kinetik dan jasmani
- Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir, dan penjahit.
- Kecerdasan musikal
- Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi atau pencipta lagu.
- Kecerdasan interpersonal
- Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.
- Kecerdasan intrapersonal
- Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok untuk mereka yaitu konselor atau teolog.
- Kecerdasan naturalis
- Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku hewan, dan senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan, pendaki, dan pemburu.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
- Faktor Bawaan atau Biologis
- Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
- Faktor Pembentukan atau Lingkungan
- Faktor Kematangan
- Faktor Kebebasan
Pengukuran Taraf Kecerdasan
Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau tes tampilan (performance test) atau saat ini berkembang pengukuran dengan alat bantu komputer. Alat uji kecerdasan yang biasa di pergunakan adalah :
- Stanford-Binnet intelligence scale
- Wechsler scales yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
- WB (untuk dewasa)
- WAIS (untuk dewasa versi lebih baru)
- WISC (untuk anak usia sekolah)
- WPPSI (untuk anak pra sekolah)
- IST
- TIKI (alat uji kecerdasan Khas Indonesia)
- FRT
- PM-60, PM Advance
Kelemahan dari alat uji kecerdasan ini adalah terdapat bias budaya, bahasa dan lingkungan yang memengaruhinya. Kekecewaan terhadap tes IQ konvensional menimbulkan pengembangan sejumlah teori alternatif, yang semuanya menegaskan bahwa kecerdasan adalah hasil dari sejumlah kemampuan independen yang berkonstribusi secara unik terhadap tampilan manusia.
Stephen Jay Gould adalah salah satu tokoh yang mengkritik teori kecerdasan. Dalam bukunya The Mismeasure of Man (Kesalahan Ukur Manusia), ia mengemukakan bahwa kecerdasan sebenarnya tak bisa diukur, dan juga mempertanyakan sudut pandang hereditarian atas kecerdasan.
Efek Dari Rumah Kaca
Penyebab
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi:
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Akibat
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi:
- 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
- 25% diserap awan
- 45% diserap permukaan bumi
- 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Akibat
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Penyakit Minamata
Penyakit ini mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang, yang merupakan daerah di mana penyakit ini mewabah mulai tahun 1958. Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Minamata
Jepang. Ratusan orang mati akibat penyakit yang aneh dengan gejala
kelumpuhan syaraf. Mengetahui hal tersebut, para ahli kesehatan
menemukan masalah yang harus segera di amati dan di cari penyebabnya.
Melalui pengamatan yang mendalam tentang gejala penyakit dan kebiasaan
orang jepang, termasuk pola makan kemudian diambil suatu hipotesis.
Hipotesisnya adalah bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan
logam berat. Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang
Jepang mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak.
Dari hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan
eksperimen untuk mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri).
Kemudian disusun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan oleh
keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut
mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang merkuri
ke laut. Penelitian berlanjut dan akihrnya ditemukan bahwa sumber
merkuri berasal dar pabrik batu baterai Chisso. Akhirnya pabrik tersebut ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang lebih dari 26,6 juta dolar.
Sabtu, 18 Mei 2013
FINLANDIA MEMILKI SISTEM PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA
Tadi malam setelah kami selesai siaran di Sindo TV, sempat berbincang2
dengan Chantall Della Concetta, presenter acara tsb melanjutkan obrolan
kita.
Saya bercerita
tentang sistem pendidikan di FINLANDIA pada Chantall, yang diakui
menerapkan sistem Pendidikan (Sekolah) terbaik di dunia.
Tiba2 saja Chantall menimpali, katanya dulu ia semasa masih di Metro TV pernah dikirim meliput di Finlandia,
"Wah ayah...katanya..., penduduknya luar biasa.... santun ramah, dan yg menakjubkan katanya jika kita parkir mobil dimana saja tidak perlu di kunci, dan jika ada benda2 berharga bisa ditinggal di mobil tanpa perlu khawatir ada yg mencurinya...." Begitu katanya....
Jadi ternyata SISTEM PENDIDIKAN itu yg menentukan potret sebuah bangsa, jadi jika potret bangsanya Amburadul seperti ini, pasti sistem Pendidikan dan para penyelenggaranya juga amburadul
Begitulah kira-kira kesimpulan dari obrolan kami malam itu di Studio Sindo TV.
Lalu seperti apa sich SISTEM PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA ITU ???
Berikut penuturan dari Syed Abdul Rahman Alsagoff
Foundar Arabic School in Singapore
Sekolah tertua yg didirikan oleh Swasta di Singapura; Sumber; Channel News Asia , 6 Mei 2009
Mengatakan bahwa ternyata di Finlandia itu tidak ada:
1. Akreditasi (Pemeringkatan) sekolah oleh pemerintah, yg ada akreditasi oleh Masyarakat; Jadi masyarakat melihat langsung apakah anak mereka yg didik di sekolah tersebut menjadi semakin baik, beretika dan cerdas atau malah sebaliknya. Jadi sekolah tidak dinilai oleh satu pihak saja, yakni Pemerintah, melalui Stnadar tunggal yg bisa saja keliru (dan jika keliru maka seluruh bangsa akan menganggung akibatnya) ; melainkan langsung oleh usernya yakni masyarakat. Jadi sekolah berusaha untuk menjadi yg terbaik dengan memberikan bukti langsung kepada masyarakat yg menilainya. Fungsi pemerintah lebih sebagai konselor atau Konsultan Pembimbing bagi sekolah dan mengembangkan sistem sekolahnya bukan Lembaga Akreditasi. Mencatat sekolah2 yg dianggap berhasil oleh masyarakat dan membantu sekolah2 yg belum dianggap berhasil.
2. Tidak ada kurikulum tunggal yg ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Setiap sekolah diberikan kebebasan mengembangkan kurikulum sendiri sesuai dengan potensi unggul daerahnya masing2. Jadi sepertinya jika sekolah itu di terletak di Bali mungkin yg lebih di utamakan adalah kurikulum pengembangan Budaya, Seni Tari, Ukir, Pahat dan sejnisnya. Jika dikalimantan mungkin tentang Batuan berharga, Gambut, Batubara, dan Budidaya Hutan, Jika di Maluku mungkin Perikanan dan budidaya kelautan dan sejenisnya. Wow !!! Pastinya akan banyak para ahli lokal yg pandai memanfaatkan potensi daerahnya.
3. Tidak ada standar ujian negara, melain berbasiskan pada proses hasil pembelajaran dari hari ke hari dari masing-masing anak, tanpa dibandingkan melalui sistem Rangking. Jadi tujuan pembelajaran adalah untuk menjadikan anak yg terbaik sesuai bidang yg diminati dan kemampuannya sendiri-sendiri bukan untuk mengejar peringkat dalam satu kelas atau satu sekolah. (karena prinsip pendidikan adalah mencerdaskan semua anak bukan untuk Merangking mereka dari yg terpintar hingga yg terbodoh)
4. Dan yg paling mengesankan adalah tidak ada standar Nasional KECUKUPAN MINIMAL untuk Nilai masing2 pelajaran (karena tiap anak memiliki kecepatan belajar yg berbeda2 dan kemampuan berbeda untuk bidang pelajaran yg berbeda).
Yang ada justru STANDAR NASIONAL ETIKA MORAL ANAK. Jadi setiap sekolah wajib mendidik setiap murid mereka memenuhi STANDAR ETIKA MORAL NASIONAL sebagai Pondasi Dasar membantuk Bangsa Yang Kuat dan Cerdas.
Jadi meskipun sekolah mereka memiliki kurikulum yg berbeda2 dengan spesialisasi kecakapan Bidang yg berbeda di sesuaikan dengan potensi daerahnya masing2 Namun setiap sekolah harus bisa menjamin bahwa setiap muridnya memiliki ETIKA MORAL YG STANDAR SECARA NASIONAL.
Wah.... sepertinya kok tidak terlalu sulit ya untuk mengikuti dan menjadi Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia. Tentunya jika kita mau !!
Tiba2 saja Chantall menimpali, katanya dulu ia semasa masih di Metro TV pernah dikirim meliput di Finlandia,
"Wah ayah...katanya..., penduduknya luar biasa.... santun ramah, dan yg menakjubkan katanya jika kita parkir mobil dimana saja tidak perlu di kunci, dan jika ada benda2 berharga bisa ditinggal di mobil tanpa perlu khawatir ada yg mencurinya...." Begitu katanya....
Jadi ternyata SISTEM PENDIDIKAN itu yg menentukan potret sebuah bangsa, jadi jika potret bangsanya Amburadul seperti ini, pasti sistem Pendidikan dan para penyelenggaranya juga amburadul
Begitulah kira-kira kesimpulan dari obrolan kami malam itu di Studio Sindo TV.
Lalu seperti apa sich SISTEM PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA ITU ???
Berikut penuturan dari Syed Abdul Rahman Alsagoff
Foundar Arabic School in Singapore
Sekolah tertua yg didirikan oleh Swasta di Singapura; Sumber; Channel News Asia , 6 Mei 2009
Mengatakan bahwa ternyata di Finlandia itu tidak ada:
1. Akreditasi (Pemeringkatan) sekolah oleh pemerintah, yg ada akreditasi oleh Masyarakat; Jadi masyarakat melihat langsung apakah anak mereka yg didik di sekolah tersebut menjadi semakin baik, beretika dan cerdas atau malah sebaliknya. Jadi sekolah tidak dinilai oleh satu pihak saja, yakni Pemerintah, melalui Stnadar tunggal yg bisa saja keliru (dan jika keliru maka seluruh bangsa akan menganggung akibatnya) ; melainkan langsung oleh usernya yakni masyarakat. Jadi sekolah berusaha untuk menjadi yg terbaik dengan memberikan bukti langsung kepada masyarakat yg menilainya. Fungsi pemerintah lebih sebagai konselor atau Konsultan Pembimbing bagi sekolah dan mengembangkan sistem sekolahnya bukan Lembaga Akreditasi. Mencatat sekolah2 yg dianggap berhasil oleh masyarakat dan membantu sekolah2 yg belum dianggap berhasil.
2. Tidak ada kurikulum tunggal yg ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Setiap sekolah diberikan kebebasan mengembangkan kurikulum sendiri sesuai dengan potensi unggul daerahnya masing2. Jadi sepertinya jika sekolah itu di terletak di Bali mungkin yg lebih di utamakan adalah kurikulum pengembangan Budaya, Seni Tari, Ukir, Pahat dan sejnisnya. Jika dikalimantan mungkin tentang Batuan berharga, Gambut, Batubara, dan Budidaya Hutan, Jika di Maluku mungkin Perikanan dan budidaya kelautan dan sejenisnya. Wow !!! Pastinya akan banyak para ahli lokal yg pandai memanfaatkan potensi daerahnya.
3. Tidak ada standar ujian negara, melain berbasiskan pada proses hasil pembelajaran dari hari ke hari dari masing-masing anak, tanpa dibandingkan melalui sistem Rangking. Jadi tujuan pembelajaran adalah untuk menjadikan anak yg terbaik sesuai bidang yg diminati dan kemampuannya sendiri-sendiri bukan untuk mengejar peringkat dalam satu kelas atau satu sekolah. (karena prinsip pendidikan adalah mencerdaskan semua anak bukan untuk Merangking mereka dari yg terpintar hingga yg terbodoh)
4. Dan yg paling mengesankan adalah tidak ada standar Nasional KECUKUPAN MINIMAL untuk Nilai masing2 pelajaran (karena tiap anak memiliki kecepatan belajar yg berbeda2 dan kemampuan berbeda untuk bidang pelajaran yg berbeda).
Yang ada justru STANDAR NASIONAL ETIKA MORAL ANAK. Jadi setiap sekolah wajib mendidik setiap murid mereka memenuhi STANDAR ETIKA MORAL NASIONAL sebagai Pondasi Dasar membantuk Bangsa Yang Kuat dan Cerdas.
Jadi meskipun sekolah mereka memiliki kurikulum yg berbeda2 dengan spesialisasi kecakapan Bidang yg berbeda di sesuaikan dengan potensi daerahnya masing2 Namun setiap sekolah harus bisa menjamin bahwa setiap muridnya memiliki ETIKA MORAL YG STANDAR SECARA NASIONAL.
Wah.... sepertinya kok tidak terlalu sulit ya untuk mengikuti dan menjadi Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia. Tentunya jika kita mau !!
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Seandainya anak kita bersekolah dengan sistem seperti ini sudah kebayang ya akan menjadi sangat luar biasa !!!.
Bersekolah akan menjadi hal yg menarik, menyenangkan sekaligus menantang dan tidak lagi membosankan dan menekan kejiwaan anak.
Dengan adanya Etika Moral yg di Standardisasi secara Nasional pastinya tidak akan ada lagi TAWURAN MASAL PELAJAR, Genk Nero, Genk Motor, dan sejenisnya di Jalanan. Anak akan menjadi respect pada guru dan orang tua, lebih beretika di sekolah, di jalan dan dirumah.
Dengan adanya sistem yg mengedepankan kecakapan individual dan tidak ada lagi sistem ujian dengan standar soal dan jawaban yg sama pastinya tidak akan ada lagi contek mencontek.
Tiap siswa akan tampil menjadi terbaik pada bidang kecakapan masing-masing yg memang menjadi bakat dan kelebihannya dan bukan dipacu dan ditekan untuk meningkatkan nilai atau bidang yg menjadi kelemahanya dengan cara ikut Bimbll atau Les siang, malam, pagi, sore.
Sekaligus masing2 anak-anak, Guru dan Orang Tuanya gak Stress lagi oleh Momok Nasional yg bernama Ujian Nasional, karena mereka di nilai bukan dari Ujian Akhir melainkan melalui proses perkembangan belajar dan penguasaan dari hari ke hari, sekaligus mereka juga dikembangkan berdasarkan kemampuan dan kecakapan bidang masing-masing, tidak untuk di Rangking, yg bisa berakibat sangat memalukan jika mereka termasuk 10 besar dari bawah.
Berkaca pada Syed Abdul Rahman Alsagoff sang Founder Arabic School di Singapore yg mau dan bisa melakukan perubahan dengan memulainya dari dirisendiri dan sekolahnya sendiri, kitapun mestinya bisa melakukan hal yg sama di Indonesia.
Jika Singapura bisa Indonesia Pasti Bisa !!!
Jika kita mau pasti bisa !!! dan bukan sebaliknya, Jika bisa sich sebenarnya kita mau !!!!
Ya Persis memulai perubahan mulai dari diri sendiri dan sekolah kita sendiri !!!
Seandainya anak kita bersekolah dengan sistem seperti ini sudah kebayang ya akan menjadi sangat luar biasa !!!.
Bersekolah akan menjadi hal yg menarik, menyenangkan sekaligus menantang dan tidak lagi membosankan dan menekan kejiwaan anak.
Dengan adanya Etika Moral yg di Standardisasi secara Nasional pastinya tidak akan ada lagi TAWURAN MASAL PELAJAR, Genk Nero, Genk Motor, dan sejenisnya di Jalanan. Anak akan menjadi respect pada guru dan orang tua, lebih beretika di sekolah, di jalan dan dirumah.
Dengan adanya sistem yg mengedepankan kecakapan individual dan tidak ada lagi sistem ujian dengan standar soal dan jawaban yg sama pastinya tidak akan ada lagi contek mencontek.
Tiap siswa akan tampil menjadi terbaik pada bidang kecakapan masing-masing yg memang menjadi bakat dan kelebihannya dan bukan dipacu dan ditekan untuk meningkatkan nilai atau bidang yg menjadi kelemahanya dengan cara ikut Bimbll atau Les siang, malam, pagi, sore.
Sekaligus masing2 anak-anak, Guru dan Orang Tuanya gak Stress lagi oleh Momok Nasional yg bernama Ujian Nasional, karena mereka di nilai bukan dari Ujian Akhir melainkan melalui proses perkembangan belajar dan penguasaan dari hari ke hari, sekaligus mereka juga dikembangkan berdasarkan kemampuan dan kecakapan bidang masing-masing, tidak untuk di Rangking, yg bisa berakibat sangat memalukan jika mereka termasuk 10 besar dari bawah.
Berkaca pada Syed Abdul Rahman Alsagoff sang Founder Arabic School di Singapore yg mau dan bisa melakukan perubahan dengan memulainya dari dirisendiri dan sekolahnya sendiri, kitapun mestinya bisa melakukan hal yg sama di Indonesia.
Jika Singapura bisa Indonesia Pasti Bisa !!!
Jika kita mau pasti bisa !!! dan bukan sebaliknya, Jika bisa sich sebenarnya kita mau !!!!
Ya Persis memulai perubahan mulai dari diri sendiri dan sekolah kita sendiri !!!
10 NEGARA DENGAN SISTEM PENGAJARAN TERBAIK DIDUNIA
Negara pencetak insinyur terbaik dunia, ternyata bukanlah negara dengan
infrastruktur terbaik di dunia. Menurut Laporan Global Competitiveness
2012-2013 dari World Economic Forum, Jerman menduduki peringkat
kesembilan, sementara peringkat pertama ditempati Swiss.
Berikut 10 negara dengan infrastruktur terbaik di dunia versi World Economic Forum:
1. Swiss
Dengan indeks global competitiveness 1 diantara 144 negara lainnya, kualitas rel kereta di Swiss menduduki peringkat pertama di dunia, sedangkan kualitas pasokan listrik berada di posisi empat besar dunia. Sementara itu untuk kategori lainnya masuk dalam 30 besar. Fundamental perekonomian domestik yang baik ditengarai sebagai modal dasar negara ini meraih peringkat pertama.
2. Singapura
Infrastruktur udara Negeri Singa ini mendapat predikat nomer wahid di dunia, sementara untuk kualitas pelabuhan dan infrastruktur lainnya mendapat peringkat kedua. Singapura juga masuk dalam 30 besar dalam katagori lainnya. Nilai indeks global competitiveness 2 dari 144 negara.
3. Finlandia
Negara asal pembalap Mika Hakkinen ini meraih peringkat keenam untuk kualitas rel kereta. Sementara untuk kualitas pelabuhan, salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik dunia ini menduduki peringkat ketujuh. Nilai indeks global competitiveness Finlandia adalah 3 dari 144.
4. Hong Kong
Hong Kong meraih peringkat pertama dalam penggunaan telepon genggam penduduknya per kapita. Sedangkan untuk infrastruktur, Hong Kong mengekor Singapura di urutan kedua. Untuk katagori infrastruktur lainnya, Hong Kong juga berada di 30 besar dunia. Nilai indeks global competitiveness Hong Kong adalah 9.
5. Perancis
Negara asal negarawan Jean Jacques Rousseau ini dinilai paling baik sedunia untuk kualitas jalan rayanya. Sedangkan kualitas rel kereta menduduki peringkat keempat. Untuk katagori infrastruktur lainnya, negara dengan indeks global competitiveness 21 ini masih berada di 30 besar dunia.
6. Uni Emirat Arab
Negara produsen minyak ini menduduki peringkat kedua untuk kualitas jalan raya, dan peringkat ketiga untuk kualitas infrastruktur transportasi udara. Untuk semua katagori infrastruktur, negara dengan nilai indeks global competitiveness 24 ini masih berada dalam daftar 30 besar.
7. Islandia
Islandia menduduki peringkat kedua dalam infrastruktur pendukung listrik dan peringkat keenam untuk infrastruktur telepon rumah. Negara yang juga dinilai memiliki kualitas yang tinggi di bidang pendidikan ini mendapatkan nilai indeks global competitiveness 30 dari 144 negara.
8. Austria
Austria menempati peringkat ketujuh dalam kualitas jalan raya dan kualitas pasokan listrik. Dan untuk katagori infrastruktur lainnya juga masih berada dalam daftar 30 besar. Austria mendapat nilai indeks global competitiveness 16 dari 144 negara.
9. Jerman
Negara asal tim kesebelasan der Panzer ini menempati peringkat kedua untuk fasilitas telepon rumah dan peringkat kelima untuk kualitas kursi pesawat terbang. Dan untuk keseluruhan infrastruktur menempati peringkat ketiga. Negara yang mendapat nilai indeks global competitiveness 6 ini juga didapuk oleh World Economic Forum menjadi negara paling inovatif di dunia.
10. Belanda
Negara Kincir Angin ini memang ahli di sektor infrastruktur laut karena menempati peringkat pertama untuk kualitas pelabuhan dan kualitas pasokan listrik. Negara yang terkenal dengan tulipnya ini mendapatkan nilai indeks global competitiveness 5 dari 144 negara.
Lantas, dimana posisi Indonesia? Ternyata Indonesia hanya menempati peringkat ke-50, tetapi masih lebih unggul dibandingkan India yang ada di peringkat ke-59, Filipina di peringkat ke-65, Kamboja di peringkat ke-85.
Berikut 10 negara dengan infrastruktur terbaik di dunia versi World Economic Forum:
1. Swiss
Dengan indeks global competitiveness 1 diantara 144 negara lainnya, kualitas rel kereta di Swiss menduduki peringkat pertama di dunia, sedangkan kualitas pasokan listrik berada di posisi empat besar dunia. Sementara itu untuk kategori lainnya masuk dalam 30 besar. Fundamental perekonomian domestik yang baik ditengarai sebagai modal dasar negara ini meraih peringkat pertama.
2. Singapura
Infrastruktur udara Negeri Singa ini mendapat predikat nomer wahid di dunia, sementara untuk kualitas pelabuhan dan infrastruktur lainnya mendapat peringkat kedua. Singapura juga masuk dalam 30 besar dalam katagori lainnya. Nilai indeks global competitiveness 2 dari 144 negara.
3. Finlandia
Negara asal pembalap Mika Hakkinen ini meraih peringkat keenam untuk kualitas rel kereta. Sementara untuk kualitas pelabuhan, salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik dunia ini menduduki peringkat ketujuh. Nilai indeks global competitiveness Finlandia adalah 3 dari 144.
4. Hong Kong
Hong Kong meraih peringkat pertama dalam penggunaan telepon genggam penduduknya per kapita. Sedangkan untuk infrastruktur, Hong Kong mengekor Singapura di urutan kedua. Untuk katagori infrastruktur lainnya, Hong Kong juga berada di 30 besar dunia. Nilai indeks global competitiveness Hong Kong adalah 9.
5. Perancis
Negara asal negarawan Jean Jacques Rousseau ini dinilai paling baik sedunia untuk kualitas jalan rayanya. Sedangkan kualitas rel kereta menduduki peringkat keempat. Untuk katagori infrastruktur lainnya, negara dengan indeks global competitiveness 21 ini masih berada di 30 besar dunia.
6. Uni Emirat Arab
Negara produsen minyak ini menduduki peringkat kedua untuk kualitas jalan raya, dan peringkat ketiga untuk kualitas infrastruktur transportasi udara. Untuk semua katagori infrastruktur, negara dengan nilai indeks global competitiveness 24 ini masih berada dalam daftar 30 besar.
7. Islandia
Islandia menduduki peringkat kedua dalam infrastruktur pendukung listrik dan peringkat keenam untuk infrastruktur telepon rumah. Negara yang juga dinilai memiliki kualitas yang tinggi di bidang pendidikan ini mendapatkan nilai indeks global competitiveness 30 dari 144 negara.
8. Austria
Austria menempati peringkat ketujuh dalam kualitas jalan raya dan kualitas pasokan listrik. Dan untuk katagori infrastruktur lainnya juga masih berada dalam daftar 30 besar. Austria mendapat nilai indeks global competitiveness 16 dari 144 negara.
9. Jerman
Negara asal tim kesebelasan der Panzer ini menempati peringkat kedua untuk fasilitas telepon rumah dan peringkat kelima untuk kualitas kursi pesawat terbang. Dan untuk keseluruhan infrastruktur menempati peringkat ketiga. Negara yang mendapat nilai indeks global competitiveness 6 ini juga didapuk oleh World Economic Forum menjadi negara paling inovatif di dunia.
10. Belanda
Negara Kincir Angin ini memang ahli di sektor infrastruktur laut karena menempati peringkat pertama untuk kualitas pelabuhan dan kualitas pasokan listrik. Negara yang terkenal dengan tulipnya ini mendapatkan nilai indeks global competitiveness 5 dari 144 negara.
Lantas, dimana posisi Indonesia? Ternyata Indonesia hanya menempati peringkat ke-50, tetapi masih lebih unggul dibandingkan India yang ada di peringkat ke-59, Filipina di peringkat ke-65, Kamboja di peringkat ke-85.
Perbedaan Pendidikan Zaman Sekarang Dengan Zaman Dahulu
Pendidikan sekarang dengan masa lalu memiliki
perbedaan yaitu pendidikan moral sekarang itu sudah mulai kegeser karena
itu tidak lagi menjadi karakter, sifat dan tolak ukur pribadi bangsa.
Sekarang jarang sekali saya liat adanya pendidikan sosial dan budaya jaman
sekarang banyak sekali yang muda melawan kepada orang yang lebih tua .
kalau dulu kan pendidikannya masih di tunggangkan oleh politik dan
keagamaan jadi lebih santun . menurut saya pendidikan jaman dulu ituh
lebih santun dari mulai sikapnya . sekarang mana mungkin seperti itu
yang ada harus disuruh dan ditempa dulu jaman sekarang tidak ada
kesadaran diri untuk hal itu semua .
Sekarang
ada Pemunduran dari pendidikan tersebut. Contoh penyebab dari
pergeseran pendidikan jaman sekarang yaitu artis-artis muda sekarang
lebih mementingkan karir daripada pendidikan. Pendidikan itu bisa timbul
dari diri sendiri
Yang lebih diutamakan adalah orang yang berpendidikan belum tentu berhasil namaun aja juga yang berhasil . orang yang berpendidikan harus mempunyai tata krama dan sopan santun dan
prisip. Bedanya SI,S2,S3 dan Orang yang tidak berpendidikan adalah
prinsip . kenapa jadi pola pikir karena pola pikir itu yang dapat
mengubah sifat,karakter dan pemikirannya
Dalam beberapa bidang pendidikan sosial dapat diambil dari sebuah buku yang kita baca
Saya lebih mencoba memberitahu kepada beberapa kehidupan lain bahwa pengalaman
hidup dapat memberikan plajaran yang berarti dalam kehidupan dan
membantu kita lebih berkembang dalam bidang pendidikan sosial dan moral
Orang
yang tidak sekolah dapat menjadi sukses itu karena memiliki pola pikir
yang baik . intinya adalah pola pikir itu ada perbedaannya di setiap
kita melakukan jenjang pendidikan dulu smp kita dituntun sma kita dibebaskan kuliah kita
dibentuk pola pikirnya untuk menjadi dewasa dan kita dapat menentukan
jati diri. Semuanya itu tergantung dari pola pemikiran kita.
Kamis, 16 Mei 2013
UNSUR INSTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK
UNSUR
INTRINSIK
Unsur
intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam.
Unsur-unsur
intrinsik karya sastra adalah :
2. AMANAT
3. ALUR
4. PERWATAKAN
5. LATAR
UNSUR-UNSUR
INTRINSIK
A. TEMA
adalah
sesuatu yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang yang
ditampilkan dalam karangannya
B.
AMANAT
adalah
pesan/kesan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan, pendidikan, dan sesuatu
yang bermakna dalam hidup yang memberikan penghiburan, kepuasan dan kekayaan
batin kita terhadap hidup
C.
PLOT/ALUR
adalah jalan
cerita/rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir.
TAHAP-TAHAP
ALUR
1.
Tahap perkenalan/Eksposisi
adalah tahap
permulaan suatu cerita yang dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum
ada ketegangan (perkenalan para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik,
penggambaran tempat)
2. Tahap
pertentangan /Konflik
adalah tahap
dimana mulai terjadi pertentangan antara pelaku-pelaku (titik pijak menuju
pertentangan selanjutnya)
Konflik ada
dua ;
1. konflik
internal
adalah
konflik yang terjadi dalam
diri tokoh.
2. konflik
eksternal
adalah
konflik yang terjadi di luar tokoh(konflik tokoh dengan tokoh, konflik
tokoh dengan lingkungan, konflik tokoh dengan alam, konlik tokoh
denganTuhan dll)
3. Tahap
penanjakan konflik/Komplikasi
adalah tahap
dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit (nasib
pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar)
4.
Tahap klimaks
adalah tahap
dimana ketegangan mulai memuncak (perubahan nasip
pelaku sudah mulai dapat
diduga, kadang dugaan itu tidak terbukti pada akhir cerita)
5. Tahap
penyelesaian
adalah tahap
akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang
dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Ada pula yang
penyelesaiannya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung,
tanpa ada penyelesaian.
MACAM-MACAM
ALUR
- Alur maju
adalah
peristiwa –peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir/masa kini menuju masa
datang.
2.
Alur mundur/Sorot balik/Flash back
adalah
peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu/masa
kini, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu
salah satu tokoh.
3.
Alur gabungan/Campuran
adalah
peristiwa-peristiwa pokok diutarakan. Dalam pengutararaan peristiwa-peristiwa
pokok, pembaca diajak mengenang peristiwa-peristiwa yang lampau,kemudian
mengenang peristiwa pokok ( dialami oleh tokoh utama) lagi.
D.
PERWATAKAN/PENOKOHAN
adalah
bagaimana pengarang melukiskan watak tokoh
ADA TIGA
CARA UNTUK MELUKISKAN WATAK TOKOH
- Analitik
adalah
pengarang langsung menceritakan watak tokoh.
Contoh :
Siapa yang
tidak kenal Pak Edi yang lucu, periang, dan pintar. Meskipun agak
pendek justru melengkapi sosoknya sebagai guru yang diidolakan
siswa. Lucu dan penyanyang.
2.
Dramatik
adalah
pengarang melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung.
Bisa melalui
tempat tinggal,lingkungan,percakapan/dialog antartokoh, perbuatan, fisik dan
tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.
Contoh :
Begitu
memasuki kamarnya Yayuk, pelajar kelas 1 SMA itu langsung melempar tasnya ke
tempat tidur dan membaringkan dirinya tanpa melepaskan sepatu terlebih dahulu.
(tingkah laku tokoh)
3.
Campuran
adalah
gabungan analitik dan dramatik.
Pelaku dalam
cerita dapat berupa manusia , binatang, atau benda-benda mati yang
diinsankan
PELAKU/TOKOH
DALAM CERITA
- Pelaku utama
adalah
pelaku yang memegang peranan utama dalam cerita dan selalu hadir/muncul pada
setiap satuan kejadian.
2.
Pelaku pembantu
adalah
pelaku yang berfungsi membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai
pahlawan mungkin juga sebagai penentang pelaku utama.
3.
Pelaku protagonis
adalah
pelaku yang memegang watak tertentu yang membawa ide
kebenaran.(jujur,setia,baik hati dll)
4.
Pelaku antagonis
adalah
pelaku yang berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll)
5.
Pelaku tritagonis
adalah
pelaku yang dalam cerita sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa
disebut dengan tokoh penengah.
E.
LATAR/SETTING
Latar/
setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi pelaku dalam sebuah
cerita.
Macam-macam
latar
- Latar tempat
adalah latar
dimana pelaku berada atau cerita terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll)
2.
Latar waktu
adalah kapan
cerita itu terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll)
3.
Latar suasana
adalah dalam
keadaan dimana cerita terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll)
F. SUDUT
PANDANG PENGARANG
Sudut
pandang adalah posisi/kedudukan pengarang dalam membawakan cerita.
Sudut
pandang dibedakan atas :
- Sudut pandang orang kesatu
adalah pengarang berfungsi sebagai
pelaku yang terlibat langsung dalam cerita, terutama sebagai pelaku utama.
Pelaku utamanya(aku, saya, kata ganti orang pertama jamak : kami, kita)
2.
Sudut pandang orang ketiga
adalah
pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak
terlibat dalam cerita. Pelaku utamanya (ia, dia, mereka,kata ganti orang ketiga
jamak, nama-nama lain)
UNSUR
EKSTRINSIK
Unsur
ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar
UNSUR-UNSUR
EKSTRINSIK
- Latar Belakang Penciptaan
adalah kapan
karya sastra tersebut diciptakan
2.
Kondisi masyarakat pada saat karya sastra diciptakan
adalah
keadaan masyarakat baik itu ekonomi, sosial, budaya,politik pada saat karya
sastra diciptakan
3.
Pandangan hidup pengarang/Latar belakang pengarang
Sistem Pendidikan Indonesia Terburuk di Dunia, Apa yang Salah?
Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia
menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan
Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti
tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi
terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan,
yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di
Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura.
Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki “budaya” pendidikan.
Lalu apa yang salah??
manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
- Pendanaan. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.
- Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional. Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, “”Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya”.
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.
- Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.
- Manajemen Pendidikan. Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.
Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.
Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki “budaya” pendidikan.
Lalu apa yang salah??
manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
- Pendanaan. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.
- Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional. Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, “”Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya”.
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.
- Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.
- Manajemen Pendidikan. Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.
Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO), terhadap kualitas pendidikan
di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati
peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru,
kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi
anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah
memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya.
Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan
potensi para siswa. Pendidikan
seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu
yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan
yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif.
Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa
diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan
semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah
tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan
tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum
dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah.
Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa
menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang
tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badan pendidikan
dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat
terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut
menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru
merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan membaca,
Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia.
Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14
negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
B. Pembatasan Masalah
Dari
uraian di atas dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam pendidikan
yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa
masalah dalam penulisan makalah dengan “Masalah-masalah mendasar
pendidikan di Indonesia, Kualitas pendidikan di Indonesia, dan Solusi
Pendidikan di Indonesia.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Sesuai
dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk
mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada pendidikan di
Indoensia yang dillihat dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin
menurun.
2. Manfaat
Dari
penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan
pengetahuan serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan
pendidikan sekarang ini sehingga kita dapat mencari solusinya secara
bersama agar pendidikan di masa yang akan dapat meningkat baik dari segi
kualitas maupun kuantitas yang diberikan.
LANDASAN TEORI
Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi
latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik.
Ki
Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak
dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi
sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan
sebagai berikut :
Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam
Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan
anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara,
1977:14)
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan
dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir
hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan
alam dan lingkungan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan
meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu
diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia
sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan
itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada
perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi
mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga.
Melalui pendidikan
manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak
terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan
sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar
lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan
lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari
akar tradisinya.
PEMABAHASAN
A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan
ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang
berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi
unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah
disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang
sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan,
menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan
seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada
murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan
sebagai “pendidikan yang menciptakan
manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan
tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang
industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan
nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau
komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan
diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau
komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini
nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan
yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo
Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan
ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap
manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi
mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi
pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang
diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan
dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu
diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya
menampung apa saja yang disampaikan guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan
gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh
mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang
dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan
ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap
kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari
dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan
visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya
(seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat
bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau
Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan
di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab
Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang
strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik
internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis
kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat
kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan
sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar
akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus
juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan
situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :
- Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan
daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal
ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
- Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk
sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita
yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih
banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki
perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan
guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati
secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara
kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara
umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan
optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya
dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif,
sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila
dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD
1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal
distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu
sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi
lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus,
ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga
mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan
minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus
diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi
kualitas mengajar (under quality).
Hal
itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana,
namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai
dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa
lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK.
Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia
sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi
seperti itu, diharapkan pendidikan
yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan
kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik.
“Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak
didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan
yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah
juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di
sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang
mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS)
agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup.
Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan
yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta
penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat
pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan
swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.
Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403
PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan
keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa
Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in
Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya
berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan
di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini
prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai
negara tetangga yang terdekat.
Dalam
hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development
Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas
manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang
berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini
Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila
dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada
jauh di bawahnya.
Dalam
skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi
IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational
Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa
kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca
untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6
(Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak
Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan
ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa
menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain
itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38
negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada
urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan
tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di
asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu
menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan
Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000
menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun
1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk
kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan
usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini
nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data
BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode
yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing
tingkat pendidikan yaitu 13,4%,
14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap
tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan
dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya
kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta
didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan
dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat
masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk
masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp
1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA
bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan
sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu,
Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah
Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai
keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak
transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite
Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya,
Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan
MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan
dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah
secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan
warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara
(BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi
atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak
lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran
utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap
tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan.
Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja
dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan.
Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang
kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan
merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama
oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi
masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan
bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia.
Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya,
banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah.
Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan
berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus
murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin
setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah
dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan
alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.
C. Solusi Pendidikan di Indonesia
Untuk
mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik,
rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan
diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
- Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan
di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,
termasuk pendanaan pendidikan.
- Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan
kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga
dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan
di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat
menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian
pancasila dan bermartabat.
PENUTUP
Simpulan
Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah
rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan
di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga
manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap
untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap
zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan
mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)