Pimpinan bagaimana dapat memimpin rakyat kalau tidur! Malu dengan rakyat
yang memilih. Untuk mendengarkan pembicaraan untuk rakyat saja tidur!
Jangan main-main dengan tangung jawab. Berdosa, bersalah dengan
rakyat,". Kira-kira demikian omongan Presiden di hadapan para kepala
daerah yang kedapatan tidur saat Presiden sedang berpidato tentang
penghematan anggaran di gedung Lemhanas kemarin (8/4).
Tidur sebetulnya hanyalah masalah sepele. Ketika kelelahan atau
mengantuk, tidur sangatlah dianjurkan. Tetapi lain ceritanya jika tidur
(atau tertidur) dihadapan Presiden yang sedang berpidato, urusan bisa
lebih runyam. Bisa jadi kemarahan Presiden tersebut merupakan akumulasi
dari kekecewaan Presiden karena merasa dilecehkan dan tidak didengarkan
ketika sedang berbicara tentang persoalan rakyat.
Namun, banyak para ahli yang mengatakan bahwa sebetulnya Republik ini
selalu tertidur. Fenomena tidurnya para kepala daerah tersebut hanyalah
fenomena kecil. Bagaimana dengan para anggota dewan yang juga kebanyakan
tertidur di saat sidang-sidang yang sedang membahas tentang persoalan
rakyat? Apakah mereka merasa malu, bersalah dan berdosa kepada rakyat
karena perilakunya itu? Mungkin pula rasa itu sudah hilang karena
persoalan penyelesaian kantuknya jauh lebih penting ketimbang
menyelesaikan persoalan rakyat.
Persoalan rakyat selama ini tidak selesai-selesai memang bukan karena
wakil rakyat pada tidur - dalam arti harfiah. Ketidakselesasian masalah
rakyat lebih disebabkan oleh komplekstitas kepentingan yang ada di
parlemen dan mereka tidak segera sadar bahwa perilaku mereka akan
semakin menyengsarakan rakyat. Mereka tidur dan bermimpi indah dalam
dekapan manis kekuasaan. Posisi sebagai anggota tentunya dirasakan
sangat nyaman, prestisius dan terhormat. Jika tidak, tentu tidak akan
diperebutkan.
Kenyamanan identik dengan kemapanan. Namun, seringkali kemapanan membuat
orang menjadi terlena. Sementara, kemapanan, kehormatan dan prestius
merupakan manifestasi riil dalam kekuasaan politik. Karena itu,
seseorang yang berada dalam pusat kekuasaan dan bahkan menjadi bagian
penting dalam kekuasaan tersebut akan memiliki semua itu. Perebutan
kekuasaan tak lain merupakan upaya untuk mendapat keadaan tersebut.
Republik Tidur
Mungkin saja memang bangsa ini selalu tertidur, sehingga persoalan
rakyat tidak segera terselesaikan. Ketika negara lain sudah
mengaplikasikan suatu teknologi yang mutakhir, sementara negara ini
masih berkutat pada kebobrokan dan kekurangpedulian pemimpin negara
terhadap kepentingan rakyat. Di saat negara lain sudah memanfaatkan
sumber daya yang ada untuk kemaslahatan rakyatnya, sementara negeri ini
masih sibuk dengan fenomena pejabatnya yang memperkaya diri sendiri.
Republik ini bukanlah republik mimpi, yang hanya dengan mimpi dapat
segera merubah keadaan seperti yang diinginkan. Atau hanya dengan
bermimpi kemudian negeri ini "simsalabim" berubah menjadi lebih baik.
Masalah kelaparan, gizi buruk, Lapindo Brantas, hingga persoalan KKN
adalah kenyataan bahwa negeri masih belum bangun dari tidurnya. Hal ini
masih ditambah dengan lemahnya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang pada akhirnya menyeret kepada keruntuhan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat. Konflik politik dan sosial berkembang. Rasa percaya diri, rasa
saling percaya, sikap bersaudara dan saling membantu memudar. Harapan
hidup yang lebih baik serasa pula terus memudar. Kehidupan bersama
serasa meluruh, kehilangan orientasi, dan kehilangan visi. Kehidupan
berbangsa dan bernegara serasa kehilangan masa depan.
Orang-orang yang selama ini ditumpukan harapan juga terlalu sibuk dengan
kepentingannya sendiri. Mereka berparodi dengan mengatasnamakan rakyat
dan mencoba menampilkan sisi baik. Memang tidak semua, tetapi mengapa
tidak semuanya bisa berbuat baik? Keadaan rakyat yang banyak masalah
tentu tidak bisa ditunda penyelesaiannya, apalagi hanya dengan
wacana-wacana dan distorsi politik yang tidak semua orang bisa
memahaminya.
Hayo...bapak-bapak/ibu-ibu pemimpin rakyat, bangun dan mulai bangkit,
jangan tidur terus. Kasihan rakyat karena pemimpinnya lebih banyak
mengurusi kantuknya ketimbang persoalan rakyat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Why ?
BalasHapusI like you blog, this is the motivation
BalasHapus